Catatan Perjalanan Gn. Ciremai via Linggajati 12-13 Mei 2018 (Ciremai Part II)
Kembali lagi untuk menceritakan perjalanan saya bersama kawan-kawan di Gunung Ciremai. Kali ini melewati jalur Linggajati. Jalur paling sadis sekaligus jalur legendaris dari Ciremai.
Dua minggu sebelum pendakian Basri menghubungi saya bahwa dia, Nada, Bang Pardi ingin mengajak saya mendaki lagi, kali ini menawarkan jalur Linggajati. Jalur yang saya idam-idamkan dari pertama kali saya mengenal dunia pergunungan.
Saya ragu mengingat Ibu sudah memblack list saya untuk tidak berkegiatan gunung lagi. (Trauma saat pendakian pertama saya lewat Palutungan, saya pulang molor sehari dengan yang di jadwalkan wkwk). Namun karena keinginan saya yang amat besar, saya tetap berusaha sampai keputusan di berikan.
Kang Mamen, kakak kelas sekaligus rekan kerja saya mengetahui saya akan mendaki lagi, ia memberanikan diri untuk ikut bersama saya meskipun ini pendakian pertamanya saya sedikit khawatir karena kami akan melewati jalur Linggajati. Tapi saya berusaha memberikan semangat dan arahan, saya percaya fisiknya pasti lebih kuat dari yang dibayangkan. Toh aku juga khawatir akan merepotkan teman-teman karena saya satu-satunya perempuan dalam pendakian kali ini.
Seminggu sebelum acara kami biasa melakukan Briefing untuk bertemu satu sama lain dan mendiskusikan bagaimana nantinya perjalanan kami. Kali ini masih formasi yang sama Saya, Basri, Nada minus Bang Kurenji (Karena istrinya sedang hamil) dan Hawa. Namun sekarang di tambah Bang Pardi (Ciremai part I tidak ikut karena bentrok dengan pekerjaan) dan Bang Agus Faisal (teman sependakian Bang Pardi) ditambah rekan kerja saya Kang Mamen. 6 Orang dalam 1 kelompok.
Sabtu, 12 Mei 2018
Kami memutuskan untuk bertemu di Pos Pendaftaran saja dan berangkat secara terpisah. Karena mereka berasal dari Cirebon Kota, saya dan Kang Mamen berasal dari Kabupaten. Jika saya harus ke kota maka akan memakan waktu lebih lama lagi. Karena saya dan Kang Mamen punya jalan pintas sendiri untuk memangkas waktu lebih cepat sampai di Pos hehe.
Waktu itu agak molor 2 jam karena nego ijin saya dengan ibu yang ribet wkwk.
Seharusnya saya berangkat dari rumah jam 5 agar jam 6 pagi kami sudah sampai di Pos. Namun saya baru berangkat jam 7 pagi, dan jam 8 saya baru sampai Pos Pendakian Linggajati, pos pertama sekaligus Pos Pendaftaran.
Pos I Pendaftaran Pendakian Linggajati 650 Mdpl - 08.00 WIB
Bertemu dengan kelompok dan mempacking ulang barang-barang kami serta melakukan pendaftaran. Simaksi Ciremai masih seharga Rp 50.000,- harga yang lumayan menurut saya namun sebanding dengan perjalanan kami ditambah sertifikat pendakian dan makan gratis 1 kali /orang.
Spesialnya jalur Linggajati adalah kamu akan memulai pendakian yang masih di titik terendah 650 Mdpl dengan panjang jalur 9,5 km.
Jalur Linggasana 785mdpl panjang jalur 9km.
Jalur Palutungan 1,100mdpl panjang jalur 9,8km.
Jalur Apuy 1.500mdpl panjang jalur 7,5km.
Setelah semua siap, kami semua berdoa dan memulai perjalanan 08.22 WIB. Sebenarnya dari Pos Pendaftaran bisa menggunakan ojek untuk sampai ke Pos 2 Cibunar seharga Rp 20.000,- untuk menghemat waktu perjalanan karena dari pos ini jalanan sudah beraspal rapi. Namun kami memutuskan untuk berjalan kaki saja untuk pemanasan wkwk..
Walaupun jalanan beraspal, terdapat satu titik tanjakan yang menurut saya cukup curam bahkan jika harus di lewati dengan motor, jalanan menanjak lalu tiba-tiba harus berbelok 45 derajat dan menanjak lagi serta pemanasan ini cukup membuat dengkul lemas wkwk.
Pos II Cibunar - 09.10 WIB
Sesampainya di Pos Cibunar kami mempacking ulang barang bawaan dan mengisi perut dengan nasi bungkus yang kami beli di Pos Linggajati. Pendakian jalur Linggajati ini kamu harus benar-benar menghitung keperluan air selama perjalanan. Menurut beberapa orang yang kami tahu mata air jalur Linggajati ini ada di Pos Cibunar, Pos Kondang Amis dan Pos Batu Lingga. Mata air di pos Kondang Amis kalian harus turun 1 jam perjalanan untuk menuju mata air, mata air di pos Batu Lingga hanya sebuah genangan air jadi kami mempersiapkan semua keperluan air di Pos Cibunar ini.
Menurut himbauan di Pos Linggajati, perorang setidaknya harus membawa 5 liter air. Kelompok kami membawa 2 jerigen minyak yang masing-masing dapat menampung 5 liter air dan 1 galon kecil juga menampung 5 liter air ditambah 11 botol air mineral 1,500ml jadi total kami membawa 31,5 liter selama 2 hari perjalanan untuk 6 orang.
Percaya atau tidak himbauan adalah aturan yang dibuat oleh seseorang yang sudah mengalami dan memahami keadaan tersebut. Kami berenam membawa 31,5 liter air. Jika perorang diharuskan setidaknya membawa 5 liter. 6 orang x 5 liter = 30liter. Dan pada saat turun hingga sampai di pos Linggajati kembali, air yang kami bawa hanya sisa 1 botol 1500ml saja dengan segel yang belum dibuka. Perhitungan yang sangat tepat menurut saya.
Padahal pada saat briefing kami tidak memutuskan dan menentukan perorang harus membawa berapa botol. Saya pun tidak mengetahui berapa botol yang dibawa oleh teman saya yang dari arah Kota. Hanya saya dan kang Mamen berinisiatif membawa 7 botol air minum dari rumah. Mengingat kami berdua hanya membawa daypack, jadi hanya segitu air yang dapat kami bawa. Dan juga selama perjalanan kami menghemat air juga tidak terlalu ketat. Entah.. kenapa perhitungannya bisa tepat sekali. Gunung memang misterius.
Setelah selesai makan dan packing kami melanjutkan kembali perjalanan menuju Pos Leweung Datar. Trek yang kami lewati berupa tanah dan batuan padat yang dikelilingi pohon pinus.
Pos III Leweung Datar 1.100 mdpl - 10.00 WIB
Bonus yang paling banyak dari jalur ini ada setelah Pos Leweung datar (Menurut saya). Mungkin karena namanya Leweung Datar. Leweung Datar artinya Hutan yang datar. Maka perjalanan pos ini tidak terlalu berat dibanding pos lainnya karna trek lebih landai namun tak sepenuhnya landai hehehe.
Pos IV Kondang Amis 1.225 mdpl - 11.40 WIB
Sesampainya di pos ini, kami beristirahat sembari menunggu waktu sholat dzuhur. Istirahat kami isi dengan mengemil dan berselonjor kaki. Karena untuk meringankan beban keril, kami menyimpan 2 botol air di pos ini yang akan kami gunakan untuk perjalanan turun nanti.
Perjalanan dilanjutkan menuju Pos Pangalap dengan trek yang masih tanah dan diisi oleh rimbunan daun gugur.
Pos V Pangalap 1.325 mdpl - 12.30 WIB
Pos Pangalap kami lewati begitu saja karena kami ingin mempersingkat waktu agar melewati pos Bapa Tere sebelum keadaan gelap.
Pos VI Kuburan Kuda - 13.40 WIB
Pos Kuburan kuda kami isi dengan beristirahat sejenak. Ada mitos kenapa pos ini dinamakan Pos Kuburan Kuda. Konon kenapa pos ini dinamai demikian karena di masa penjajahan dulu pos ini adalah tempat di kuburnya kuda-kuda para prajurit Jepang. Di pos ini para pendaki seingkali mendengar suara ringkihan kuda tanpa melihat wujud kuda tersebut.
Entah kenapa Jalur Linggajati ini spesial menurut saya adalah karena setiap posnya memiliki sejarah masing-masing yang menarik untuk diceritakan. Seperti Pos Bapa Tere yang konon dulunya ada pembunuhan seorang anak yang dibunuh oleh bapak tirinya. Pos Batu Lingga yang dulu katanya terdapat sebuah batu besar tempat bertapanya Sunan Gunung Jati namun sekarang batu tersebut menghilang entah kemana. Pos Sangga Buana para pendaki kerap mendengar suara langkah kaki tentara Jepang. Mitos tentang Tawon hitam dan Jalak hitam yang selalu mengiringi para pendaki. Jujur untuk tawon dan burung jalak selama perjalanan kami, kami juga diikuti oleh tawon hitam dan beberapa kali melihat burung jalak bahkan dari jarak yang sangat dekat.
Terlepas benar atau tidaknya mitos-mitos tersebut biarlah menjadi kearifan lokal yang menghiasi dan menjadi sejarah bagi tempat ini, yang terpenting kita adalah tamu dan berusahalah untuk menghormati dan menjaga sikap di Gunung Ciremai ini.
Pos VII Pamerangan 1.650 mdpl - 14.41 WIB
Di pos ini kami isi dengan mengisi perut dan menunggu waktu sholat ashar. Walaupun hanya makan mie tapi entah berasa nikmat sekali. Hanya di alam makan dengan penuh kebersamaan tanpa sibuk dengan handphone satu sama lain. Di pos ini saya masih bisa mendengar suara adzan.
Pos X Bapa Tere 2.025 mdpl - 17.50 WIB
Sampai di depan tanjakan Bapa Tere kami beristirahat sejenak karena mendengar suara adzan Maghrib. Entah kenapa masih bisa terdengar, mungkin saking hening dan sunyinya tempat ini sehingga suara dari bawah masih dapat kami dengar.
Sebenarnya saya agak frustasi karena baru sampai ketinggian 2.025 meter di pos Bapa Tere ini pada waktu maghrib. Artinya kami masih harus menempuh 1.053 meter lagi untuk sampai puncak. Namun saya ingat ini adalah kesalahan saya karena datang terlambat dan juga langkah saya yang seperti siput makanya saya tidak selalu menargetkan harus harus dan harus sampai puncak. Jadi jinjja mianhata chinguya.. Saya benar-benar minta maaf telah membuat pendakian ini sedikit terlambat.
Target awal kami ingin membangun camp di Batu Lingga, tapi menurut pendaki-pendaki yang turun dari Batu Lingga sudah full tenda dan juga kami sampai disini Bapa Tere sudah dalam keadaan gelap. Dengan pertimbangan tersebut kami memutuskan untuk camp di atas Bapa Tere. Walaupun tidak terlalu luas dan kontur tanah agak miring tapi cukuplah untuk membangun 2 tenda kapasitas 3 orang.
Disini juga tempat bertemunya jalur persimpangan antara jalur Linggajati dengan jalur Linggasana.
Hanya kelompok kami yang camp disini pada malam itu, udara menjadi sangat dingin. Saya melihat banyak kunang-kunang dan juga musang atau bahasa sundanya Careuh disini. Kami memasak makanan sebelum dilanjutkan tidur untuk summit attack pagi harinya.
Beberapa kali saya terbangun karena mendengar suara langkah kaki pendaki lain yang akan summit. Padahal masih jam setengah 12 hehehe. Dan saya juga terus-terusan mendengar suara organ tunggal sampai jam 12 malam, mungkin dibawah ada yang sedang hajatan wkwwk.. tapi kenapa juga sampai atas suaranya hahaha..
Disini tidurnya lumayan pulas dibanding tidur di Pos Pasanggrahan jalur Palutungan tahun lalu. Mungkin karena dulu saya nanjak pada saat musim hujan jadi terganggu oleh suara petir dan hujan yang terus mengguyur sepanjang malam. Saya bangun 1 jam sekali pada saat itu wkwk.
Minggu, 13 Mei 2018 - 03.00 WIB Summit Attack
Saya terbangun pukul 2.30, mengingat kami akan melakukan summit attack saya membangunkan rombongan untuk bersiap-siap. Setelah menghangatkan badan dengan segelas teh panas dan packing barang-barang yang dibutuhkan untuk summit. Kami berangkat pukul 03.00 WIB.
Langkah kaki kali ini lumayan ringan namun dengan suasana dinginnya Ciremai jadi kami terus mempercepat langkah.
Pos XI Batu Lingga 2.200 mdpl - 04.02 WIB
Sabtu, 12 Mei 2018
Kami memutuskan untuk bertemu di Pos Pendaftaran saja dan berangkat secara terpisah. Karena mereka berasal dari Cirebon Kota, saya dan Kang Mamen berasal dari Kabupaten. Jika saya harus ke kota maka akan memakan waktu lebih lama lagi. Karena saya dan Kang Mamen punya jalan pintas sendiri untuk memangkas waktu lebih cepat sampai di Pos hehe.
Waktu itu agak molor 2 jam karena nego ijin saya dengan ibu yang ribet wkwk.
Seharusnya saya berangkat dari rumah jam 5 agar jam 6 pagi kami sudah sampai di Pos. Namun saya baru berangkat jam 7 pagi, dan jam 8 saya baru sampai Pos Pendakian Linggajati, pos pertama sekaligus Pos Pendaftaran.
Pos I Pendaftaran Pendakian Linggajati 650 Mdpl - 08.00 WIB
Bertemu dengan kelompok dan mempacking ulang barang-barang kami serta melakukan pendaftaran. Simaksi Ciremai masih seharga Rp 50.000,- harga yang lumayan menurut saya namun sebanding dengan perjalanan kami ditambah sertifikat pendakian dan makan gratis 1 kali /orang.
Spesialnya jalur Linggajati adalah kamu akan memulai pendakian yang masih di titik terendah 650 Mdpl dengan panjang jalur 9,5 km.
Jalur Linggasana 785mdpl panjang jalur 9km.
Jalur Palutungan 1,100mdpl panjang jalur 9,8km.
Jalur Apuy 1.500mdpl panjang jalur 7,5km.
![]() |
| Pos Pendaftaran Linggajati |
Setelah semua siap, kami semua berdoa dan memulai perjalanan 08.22 WIB. Sebenarnya dari Pos Pendaftaran bisa menggunakan ojek untuk sampai ke Pos 2 Cibunar seharga Rp 20.000,- untuk menghemat waktu perjalanan karena dari pos ini jalanan sudah beraspal rapi. Namun kami memutuskan untuk berjalan kaki saja untuk pemanasan wkwk..
Walaupun jalanan beraspal, terdapat satu titik tanjakan yang menurut saya cukup curam bahkan jika harus di lewati dengan motor, jalanan menanjak lalu tiba-tiba harus berbelok 45 derajat dan menanjak lagi serta pemanasan ini cukup membuat dengkul lemas wkwk.
| masih segar bugar |
![]() |
| Tanjakan ini yang saya maksud |
Pos II Cibunar - 09.10 WIB
| Gerbang Cibunar |
Sesampainya di Pos Cibunar kami mempacking ulang barang bawaan dan mengisi perut dengan nasi bungkus yang kami beli di Pos Linggajati. Pendakian jalur Linggajati ini kamu harus benar-benar menghitung keperluan air selama perjalanan. Menurut beberapa orang yang kami tahu mata air jalur Linggajati ini ada di Pos Cibunar, Pos Kondang Amis dan Pos Batu Lingga. Mata air di pos Kondang Amis kalian harus turun 1 jam perjalanan untuk menuju mata air, mata air di pos Batu Lingga hanya sebuah genangan air jadi kami mempersiapkan semua keperluan air di Pos Cibunar ini.
Menurut himbauan di Pos Linggajati, perorang setidaknya harus membawa 5 liter air. Kelompok kami membawa 2 jerigen minyak yang masing-masing dapat menampung 5 liter air dan 1 galon kecil juga menampung 5 liter air ditambah 11 botol air mineral 1,500ml jadi total kami membawa 31,5 liter selama 2 hari perjalanan untuk 6 orang.
Percaya atau tidak himbauan adalah aturan yang dibuat oleh seseorang yang sudah mengalami dan memahami keadaan tersebut. Kami berenam membawa 31,5 liter air. Jika perorang diharuskan setidaknya membawa 5 liter. 6 orang x 5 liter = 30liter. Dan pada saat turun hingga sampai di pos Linggajati kembali, air yang kami bawa hanya sisa 1 botol 1500ml saja dengan segel yang belum dibuka. Perhitungan yang sangat tepat menurut saya.
Padahal pada saat briefing kami tidak memutuskan dan menentukan perorang harus membawa berapa botol. Saya pun tidak mengetahui berapa botol yang dibawa oleh teman saya yang dari arah Kota. Hanya saya dan kang Mamen berinisiatif membawa 7 botol air minum dari rumah. Mengingat kami berdua hanya membawa daypack, jadi hanya segitu air yang dapat kami bawa. Dan juga selama perjalanan kami menghemat air juga tidak terlalu ketat. Entah.. kenapa perhitungannya bisa tepat sekali. Gunung memang misterius.
Setelah selesai makan dan packing kami melanjutkan kembali perjalanan menuju Pos Leweung Datar. Trek yang kami lewati berupa tanah dan batuan padat yang dikelilingi pohon pinus.
Pos III Leweung Datar 1.100 mdpl - 10.00 WIB
Bonus yang paling banyak dari jalur ini ada setelah Pos Leweung datar (Menurut saya). Mungkin karena namanya Leweung Datar. Leweung Datar artinya Hutan yang datar. Maka perjalanan pos ini tidak terlalu berat dibanding pos lainnya karna trek lebih landai namun tak sepenuhnya landai hehehe.
Pos IV Kondang Amis 1.225 mdpl - 11.40 WIB
Perjalanan dilanjutkan menuju Pos Pangalap dengan trek yang masih tanah dan diisi oleh rimbunan daun gugur.
Pos V Pangalap 1.325 mdpl - 12.30 WIB
Pos Pangalap kami lewati begitu saja karena kami ingin mempersingkat waktu agar melewati pos Bapa Tere sebelum keadaan gelap.
Pos VI Kuburan Kuda - 13.40 WIB
| Bang Pardi |
Pos Kuburan kuda kami isi dengan beristirahat sejenak. Ada mitos kenapa pos ini dinamakan Pos Kuburan Kuda. Konon kenapa pos ini dinamai demikian karena di masa penjajahan dulu pos ini adalah tempat di kuburnya kuda-kuda para prajurit Jepang. Di pos ini para pendaki seingkali mendengar suara ringkihan kuda tanpa melihat wujud kuda tersebut.
Entah kenapa Jalur Linggajati ini spesial menurut saya adalah karena setiap posnya memiliki sejarah masing-masing yang menarik untuk diceritakan. Seperti Pos Bapa Tere yang konon dulunya ada pembunuhan seorang anak yang dibunuh oleh bapak tirinya. Pos Batu Lingga yang dulu katanya terdapat sebuah batu besar tempat bertapanya Sunan Gunung Jati namun sekarang batu tersebut menghilang entah kemana. Pos Sangga Buana para pendaki kerap mendengar suara langkah kaki tentara Jepang. Mitos tentang Tawon hitam dan Jalak hitam yang selalu mengiringi para pendaki. Jujur untuk tawon dan burung jalak selama perjalanan kami, kami juga diikuti oleh tawon hitam dan beberapa kali melihat burung jalak bahkan dari jarak yang sangat dekat.
Terlepas benar atau tidaknya mitos-mitos tersebut biarlah menjadi kearifan lokal yang menghiasi dan menjadi sejarah bagi tempat ini, yang terpenting kita adalah tamu dan berusahalah untuk menghormati dan menjaga sikap di Gunung Ciremai ini.
Pos VII Pamerangan 1.650 mdpl - 14.41 WIB
| Bang agus, Bang Pardi, Basri, Nada, Kang Mamen. Dan saya yang mengabadikan momen ini hehe |
Di pos ini kami isi dengan mengisi perut dan menunggu waktu sholat ashar. Walaupun hanya makan mie tapi entah berasa nikmat sekali. Hanya di alam makan dengan penuh kebersamaan tanpa sibuk dengan handphone satu sama lain. Di pos ini saya masih bisa mendengar suara adzan.
Perjalanan dilanjutkan
menuju Pos Tanjakan Bingbin.
Pos VIII Tanjakan Bingbin 1.725 mdpl - 15.15 WIB
Pos Tanjakan Bingbin
hanya kita lewati begitu saja. Jalur hanya terus menanjak dan menanjak, namanya
juga tanjakan hehehe.
Pos IX Tanjakan Seruni 1.825 mdpl - 15.55 WIB
Sesampainya di Tanjakan
Seruni, kami beristirahat sebentar sambil ngemil-ngemil ria. Mengambil beberapa
foto sambil bercerita tentang beberapa hal sebelum menghadapi tanjakan yang
lebih sadis, Tanjakan Bapa Tere.
Pos X Bapa Tere 2.025 mdpl - 17.50 WIB
Sampai di depan tanjakan Bapa Tere kami beristirahat sejenak karena mendengar suara adzan Maghrib. Entah kenapa masih bisa terdengar, mungkin saking hening dan sunyinya tempat ini sehingga suara dari bawah masih dapat kami dengar.
Sebenarnya saya agak frustasi karena baru sampai ketinggian 2.025 meter di pos Bapa Tere ini pada waktu maghrib. Artinya kami masih harus menempuh 1.053 meter lagi untuk sampai puncak. Namun saya ingat ini adalah kesalahan saya karena datang terlambat dan juga langkah saya yang seperti siput makanya saya tidak selalu menargetkan harus harus dan harus sampai puncak. Jadi jinjja mianhata chinguya.. Saya benar-benar minta maaf telah membuat pendakian ini sedikit terlambat.
Target awal kami ingin membangun camp di Batu Lingga, tapi menurut pendaki-pendaki yang turun dari Batu Lingga sudah full tenda dan juga kami sampai disini Bapa Tere sudah dalam keadaan gelap. Dengan pertimbangan tersebut kami memutuskan untuk camp di atas Bapa Tere. Walaupun tidak terlalu luas dan kontur tanah agak miring tapi cukuplah untuk membangun 2 tenda kapasitas 3 orang.
Disini juga tempat bertemunya jalur persimpangan antara jalur Linggajati dengan jalur Linggasana.
Hanya kelompok kami yang camp disini pada malam itu, udara menjadi sangat dingin. Saya melihat banyak kunang-kunang dan juga musang atau bahasa sundanya Careuh disini. Kami memasak makanan sebelum dilanjutkan tidur untuk summit attack pagi harinya.
Beberapa kali saya terbangun karena mendengar suara langkah kaki pendaki lain yang akan summit. Padahal masih jam setengah 12 hehehe. Dan saya juga terus-terusan mendengar suara organ tunggal sampai jam 12 malam, mungkin dibawah ada yang sedang hajatan wkwwk.. tapi kenapa juga sampai atas suaranya hahaha..
Disini tidurnya lumayan pulas dibanding tidur di Pos Pasanggrahan jalur Palutungan tahun lalu. Mungkin karena dulu saya nanjak pada saat musim hujan jadi terganggu oleh suara petir dan hujan yang terus mengguyur sepanjang malam. Saya bangun 1 jam sekali pada saat itu wkwk.
Minggu, 13 Mei 2018 - 03.00 WIB Summit Attack
Saya terbangun pukul 2.30, mengingat kami akan melakukan summit attack saya membangunkan rombongan untuk bersiap-siap. Setelah menghangatkan badan dengan segelas teh panas dan packing barang-barang yang dibutuhkan untuk summit. Kami berangkat pukul 03.00 WIB.
Langkah kaki kali ini lumayan ringan namun dengan suasana dinginnya Ciremai jadi kami terus mempercepat langkah.
Pos XI Batu Lingga 2.200 mdpl - 04.02 WIB
Kami sampai di Batu
Lingga pukul 4.02. Pos ini hanya kami lewati saja dan meneruskan perjalanan
menuju Pos Sangga Buana I.
Pada saat melewati Batu
Lingga saya melihat kertas tulisan “Mata Air” di sebelah kanan jalur. Namun
saya tidak melihat apakah airnya benar-benar ada atau tidak. Karena merasa air
masih cukup jadi kami hanya melewatinya saja.
Pos XII Sangga Buana I 2.400 mdpl – 4.26 WIB
| Sangga Buana I |
| Sarapan di jam 5 pagi wkwk |
Di pos ini kami membuat
sarapan untuk mengisi perut agar semakin semangat melanjutkan perjalanan.
Sembari bergantian menunaikan sholat shubuh dengan keadaan seadanya. Beberapa
kali kami bertemu pendaki lain yang sama sedang melakukan summit ke puncak.
Bercengkrama dan bertanya asal daerah menjadi pengisi pagi kami.
Udara dingin membuat kulit
kering dan bibir pecah-pecah. Semburat merah mulai terlihat dari timur. Kami
mempercepat langkah untuk menuju pos selanjutnya.
Pos XIII Sangga Buana II 2.500 mdpl –
5.30 WIB
| Kang Mamen |
Sunrise!!!!
Kami semua semakin
antusias. Semakin terangnya hari kami semakin mempercepat langkah.. beberapa
jalur terasa sangat rapat dan curam. Kanan kiri tumbuhan khas menuju batas
vegetasi yaitu cantigi dan tumbuhan bunga liar semakin menghiasi perjalanan
kami. Pohon edelweis juga terlihat menghampar di sepanjang jalur. Menuju jalur yang semakin terbuka sampailah kami di Pos Pengasinan.
Pos XIV Pengasinan - 6.28 WIB
![]() |
| Akhirnya bisa foto fullteam hehe |
![]() |
| Bang Pardi & saya |
Pos Pengasinan sangat
luas dan terbuka. Namun tidak disarankan untuk membangun tenda disini karena
sedikit pohon yang dapat dijadikan
pelindung. Pos ini juga area batas vegetasi tanaman yang nantinya akan di
lanjutkan ke trek tanah batuan padat. Khas trek daerah puncak. Pos ini ramai
sekali pagi itu, kami beristirahat sembari mengemil makanan kecil yang kita
bawa dari tempat camp.
Setelah beristirahat
agak lama dan mempersiapkan mental untuk menghadapi jalur menuju puncak. Kami
melanjukan perjalanan.
Entah kenapa setiap
menghadapi jalur menuju puncak ini kaki saya kerap kali gemetar melihat jalur
yang akan dilewati hehe karena terlihat begitu curam. Tapi setelah dilewati mah
ya seperti itu hehe..
Trek tanah namun sedikit
berpasir menambah kesulitan sendiri. Harus mencari pijakan dan pengangan yang
tepat agar tidak terpeleset. Salah-salah malah kembali meluncur ke bawah.
![]() |
| Trek menuju puncak |
Waktu itu beberapa langkah lagi
sampai puncak Bang Agus memvideo kami semua dan berkata,
“Ini dia cewek
satu-satunya, ayo puncak beberapa langkah lagi. Tuntun kami semua!” seketika
saya tertawa ingat adegan di film 5cm hahaha. Tapi sayang setelah itu hapenya
mati karena kehabisan batre wkwkw gagal deh videonya hahaha.
Puncak Ciremai 3078
mdpl - 8.30 WIB
![]() |
| Fullteam + puncak = bahagia wkwk |
Dengan bahagia akhirnya kami semua bisa sampai puncak. Kami menghabiskan waktu berfoto ria, bercanda dan makan roti isi buatan bang Agus. Kawah sangat terlihat jelas dari sini, sesekali tercium bau belerang. Indah sekali Ya Allah.. ditambah saya bisa melihat bunga edelweis yang sedang mekar. Terima kasih untuk perjalanan yang indah ini.
"Setiap puncak yang kamu datangi akan mengajarkan sesuatu" - Sir Martin Convay
Terlihat titik-titik kecil di kejauhan, ternyata betapa ramainya puncak dari jalur Palutungan-Apuy. Mungkin juga saya akan terlihat sama dari sana. Benar-benar merasa kecil dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang indah ini.
Pukul 10.00 kami turun dari puncak. Seperti biasa perjalanan turun lebih cepat karena bisa sambil berlari namun membuat dengkul semakin dregdeg hehehe tetap saja harus hati-hati karena jalur sedikit berpasir menjadi agak licin. Kami menyegerakan diri supaya bisa sampai di tempat camp untuk segera packing.
Kami sampai di tempat camp kira-kira jam 11.30.
Beberapa dari kami membereskan tenda dan keril, sisanya masak untuk makan siang. Kali ini menunya agak berbeda. Sayur sop seadanya dengan nasi. Dari kemarin hanya makan mie saja hehe. Panci yang bocor punya nada juga sampai harus di tambal dulu supaya bisa dipakai untuk masak nasi wkwk. Menu sederhana tapi berasa nikmat sekali.
Setelah makan siang, dan packing, kami melanjutkan perjalanan turun.
Sampai Pos Cibunar kira-kira jam 17.40, kami menukar kupon makan gratis lalu makan dengan lahap. Setelah itu lanjut ke Pos Linggajati untuk laporan bahwa kami sudah turun dengan selamat.
Kami pulang dari Pos Linggajati pukul 19.00 WIB.
Note:
- Waktu yang saya cantumkan diatas benar-benar waktu yang kami tempuh sudah ditambah dengan waktu istirahat.
- Usahakan mengelola air sebaik mungkin, jalur yang dilewati bener-bener bikin tenggorokan kering hehe.
- Tidak disarankan mendaki saat musim hujan, kemarau saja licin dan terjal apalagi hujan. Tergantung persepsi masing-masing, semoga selalu diberi keselamatan.
- Jalur Linggajati ini disebut sebagai "Jalur Putih" -nya Ciremai, maka selalu jaga sikap dan ucapan.
- Jaga kebersihan dan ingat Edelweis tidak boleh di petik!
Terima kasih teman-teman untuk pengalamannya!
シ Ahmad Nada
シ Basri
シ Pardi Widiantoro
シ Agus Faisal
シ Suparman
Masih dengan do'a yang sama, semoga bisa bernafas di gunung bersama mereka lagi. Aamiin.
Sekian catatan perjalanan saya, jika ada saran silakan berkomentar!
Kami sampai di tempat camp kira-kira jam 11.30.
Beberapa dari kami membereskan tenda dan keril, sisanya masak untuk makan siang. Kali ini menunya agak berbeda. Sayur sop seadanya dengan nasi. Dari kemarin hanya makan mie saja hehe. Panci yang bocor punya nada juga sampai harus di tambal dulu supaya bisa dipakai untuk masak nasi wkwk. Menu sederhana tapi berasa nikmat sekali.
Setelah makan siang, dan packing, kami melanjutkan perjalanan turun.
Sampai Pos Cibunar kira-kira jam 17.40, kami menukar kupon makan gratis lalu makan dengan lahap. Setelah itu lanjut ke Pos Linggajati untuk laporan bahwa kami sudah turun dengan selamat.
Kami pulang dari Pos Linggajati pukul 19.00 WIB.
Note:
- Waktu yang saya cantumkan diatas benar-benar waktu yang kami tempuh sudah ditambah dengan waktu istirahat.
- Usahakan mengelola air sebaik mungkin, jalur yang dilewati bener-bener bikin tenggorokan kering hehe.
- Tidak disarankan mendaki saat musim hujan, kemarau saja licin dan terjal apalagi hujan. Tergantung persepsi masing-masing, semoga selalu diberi keselamatan.
- Jalur Linggajati ini disebut sebagai "Jalur Putih" -nya Ciremai, maka selalu jaga sikap dan ucapan.
- Jaga kebersihan dan ingat Edelweis tidak boleh di petik!
Terima kasih teman-teman untuk pengalamannya!
シ Ahmad Nada
シ Basri
シ Pardi Widiantoro
シ Agus Faisal
シ Suparman
Masih dengan do'a yang sama, semoga bisa bernafas di gunung bersama mereka lagi. Aamiin.
Sekian catatan perjalanan saya, jika ada saran silakan berkomentar!








Komentar
Posting Komentar